03 mei 2014
15:43
Ini keajaiban pertama.
Ini berita kejaiban pertama setelah hampir tiga tahun saya bersabar.
Tepat hari ini saya mendengar kabar yang sangat-sangat membahagiakan. Ini tentang mimpi saya tiga tahun silam. Tentang doa-doa yang saya panjatkan dalam tiga tahun terakhir. Tidak tepatnya 1 tahun pertama saat saya menginjakkan kaki di Jakarta. Aah, saya tak bisa menjelaskan mimpi seperti apa yang sebentar lagi bisa diwujudkan. Yang saya ingin bagikan disini adalah tentang KEKUATAN DO’A dan KEAJAIBAN DARI SEBUAH KESABARAN.
Tiga tahun lalu saya punya mimpi besar. Ya cukup besar untuk orang kecil seperti saya. terlalu besar untuk seorang anak yang di lahirkan di tengah keluarga yang sederhana. Sangat-sangat sederhana. Mungkin bagi orang yang berkecukupan mimpi saya, hanya mimpi biasa saja. Bahkan bukan mimpi mungkin jadi sebuah keharusan untuk beberapa golongan diatas kemampuan keluarga saya. tapi saat itu saya memang PEMIMPI.
Saya tidak peduli dengan keadaan yang saya inginkan adalah mimpi saya. apapun dan bagaimanapun caranya, saya harus bisa meraih dan mewujudkannya. Sampai pada satu waktu, satu keadaan yang memojokkan. saya pernah menulis beberapa pengalaman tentang mimpi yang harus saya buang jauh-jauh di catatan sekitaran tahun 2011 blog ini, tentang sebuah pilihan yang sebenarnya bukan kita yang memilih, justru pilihan itu yang memilih kita. Dari ribuan orang didunia, dua pilihan besar yang sama-sama berarti buat saya menghampiri, membuat saya harus jeli dan membedakan mana yang lebih penting. Padahal saat itu, kedua-duanya sangat penting. Tapi bukan pilihan namanya jika tidak ada harus tersingkirkan. Bukan pilihan namanya jika tidak ada perbedaan nomor penting. Itu. Hingga akhirnya saya membuang jauh semuanya. Jangan tanya bagaimana rasanya… saya tidak ingin membahas kekecewaan (lagi).
Setelah saya focus, dengan berat hati saya mengubur rapat-rapat segala kesempatan tentang mimpi saya. hanya dalam do’a, saya berani bersuara. Tahun pertama, saya masih merasa berat menjalani hidup yang tidak sesuai rencana. Tidak sesuai harapan saya. tapi, bukankah scenario terindah hanya milik Allah ? bukan saya ? ya saya tahu. Dalam ketidakmungkinan, saya masih berdo’a. meminta yang terbaik, meminta kesabaran dan keikhlasan menjalani setiap fase cobaan-Nya. Hingga di tahun kedua, saya sudah cukup memberi ruang pada kekecawaan yang tumbuh liar. Saya mencoba mengikhlaskan. Dan saya mengganti mimpi saya. bukan lagi mimpi di tahun pertama. Mimpi yang lebih simple. Lebih sederhana. Tahun kedua berjalan jauh lebih cepat dari tahun pertama. Rutinitas panjang yang sudah mendarahdaging, rutinitas yang melelahkan sudah benar-benar saya terima. Tanpa beban. Intinya saya berdamai dengan hati saya. Di tahun kedua, saya membuat dreamlist yang lebih sederhana. Lebih focus. Dan tentunya realistis. Masih berdo’a. dalam kesulitan dan serba tidak mungkin itu, Allah selalu memberi kebaikkan-Nya meskipun dengan versi berbeda.
Menginjak pertengahan tahun kedua, saya sudah benar-benar melupakan mimpi saya di tahun pertama. Tapi benar Allah tidak pernah menyia-nyiakan do’a hambanya. Dia hanya memberi waktu. Memberi test kesabaran. Dan saat ini, saat saya sudah tidak menginginkan mimpi itu. Saat saya sudah benar-benar punya mimpi yang baru. Allah menjawab mimpi pertama saya. Allah menjawab setiap jengkal do’a saya. Allah menjawab setiap darah perjuangan saya. iya, tidak akan pernah ada yang sia-sia. Apalagi do’a. sekecil apapun do’a, Allah selalu mendengarnya. Dan siap mewujudkannya di saat-saat yang tidak pernah terduga bahkan ditengah-tengah ketidakmungkinan.
Saya benar-benar merasakan angin kesejukan. Buah dari perjalanan panjang yang terjal. Buah dari pahit-getirnya drama kehidupan. Ini adalah milik saya. setelah hampir tiga tahun, saya mengkungkung pembicaraan itu. Agar samasekali tidak pernah jadi bahan perbincangan (lagi). Cukup ditahun pertama saya membicarakannya dalam do’a. dalam hati, juga perjuangan saya yang selalu menginginkan itu terwujud. Ini benar-benar keajaiban. Sebuah kesempatan emas yang saya tunggu-tunggu. Allah benar-benar memberi lembar kemungkinan terbaiknya diakhir dobrakan do’a malam itu. Inilah yang terbaik menurutNya dan ini caraNya mengasihani ku.
Saya benar-benar bersyukur. Teramat sangat bersyukur atas smua karunia ini. sekalipun masih dalam itungan bulan, setidaknya saya tahu “anak-anak doa itu melesat tepat di induknya”.
Doa memang tak pernah semata-mata jadi ucapan kata belaka.
Doa tak pernah semata-mata harapan kita.
Tapi Doa adalah Bahasa hati antara anak-anak langit dan induknya.
Doa tak pernah jadi semata-mata do’a.
Itu yang benar-benar saya rasakan selama tiga tahun ini. dan ini adalah keajaiban. Jawaban do’a terbesar saya di tahun pertama. Semoga di tahun berikutnya, Allah juga menjawab runtutan do’a saya di tahun kedua.
Teruslah berdo’a. teruslah berjuang. Teruslah bersabar. Jalan panjang tak selamanya gelap. Tak selamanya kering, tak selamanya tandus. Bersabarlah. Karena buah dari kesabaran itu benar-benar amat teramat sangat manis.