1. Sebagai Wadah Kreatifitas.
Klik Sumber Gambar |
1. Sebagai Wadah Kreatifitas.
Klik Sumber Gambar |
Terbesit satu pernyataan yang cukup menampar sabtu malam kemarin. Saat aku terlalu peka buat hal-hal yang tak ku miliki, justru Allah ngasih petunjuk yang mana harusnya aku peluk erat. Yaitu, tentang apa yang sudah Allah berikan dan aku miliki sekarang. Kadang, terlalu mudah bagi kita menghitung berapa poin yang belum kita miliki, ngerasa iri dengan apa yang dimiliki orang lain, memperhitungkan baik buruk diri kita dan bertanya, “Kenapa si gue gak dikasih ini, padahal better gue ya.” And well.. kamu sama sekali berasa merana dan jauh dari rasa syukur.
Saat buka mata, dan liat apa yang sudah aku miliki sekarang. Teman yang banyak, Sahabat yang sangat-sangat baik, Keluarga yang selalu ada dan pekerjaan yang cukup baik. See… How Lucky I’am.
Kadang kita memang cenderung menutup mata dari apa yang sudah kita miliki. Lebih banyak mengekor pada pencapaian orang lain. Padahal, kita juga tak pernah tau, apa yang sudah dia korbankan atas pencapaiannya. Yang kita lakukan hanyalah compare and compare. Padahal hidup ini bukan matematika yang perlu ada pembanding. Misal, saat kita melihat orang-orang yang sukses, yang kita lihat hanyalah rutinitas liburannya yang meyenangkan, keluarganya yang serba tercukupi kebutuhannnya. Apakah kita mau mengerti bagaimana suaminya bekerja keras untuk itu ? Bagaimana suaminya rela pulang larut malam, Bagaimana suaminya rela masuk kerja di tanggal-tanggal merah, Bagaimana dia harus memberi pengertian pada keluarganya saat acara liburan gagal karena ada kerja dadakan. Could you explain it
Saat kita penuh dengan perasaan terpukau, melihat seorang anak yang cerdas. Mau taukah bahwa banyak dari waktu bermainnya dia gadaikan untuk kecerdasan itu ? Disaat anak-anak lain bermain games, dia harus membelanjakan waktunya dengan les-les tambahan. Saat orang tua yang lain memberikan hadiah-hadiah boneka besar, orang tuanya lebih memilih untuk memberikan buku-buku tebal. Could you explain it?
Jangan sampai, hanya karena satu yang kita mau belum tercapai, lantas menutup nikmat dari lima yang sudah kita dapatkan.
Jangan mudah iri terhadap pencapaian orang lain. Kalo usaha kita belum sebanding, kalo pengorbanan kita belum apa-apa.
Belajarlah untuk melihat semua dari dua sisi. Jangan hanya karena kamu suka satu sisi, jadi melupakan sisi lainnya.
Dan.. belajarlah untuk bersyukur. Karena kamu beruntung dengan segala nikmat yang tak terhitung apalagi terukur.
Saat kamu dijadikan salah satu orang tempat berbagi.Saat kamu dijadikan salah satu orang tempat untuk pulang.Menjadi orang yang dicari, menjadi orang yang dianggap berhargadan adanya kita di syukuri. God, its more than alive.
#satuharisatutulisan#30haritanpasosmed
KENAPA SIH GUE DI UNFOLLOW ? |
Minggu kemarin, saya sempat melakukan voting ke beberapa teman saya tentang hal-hal apa saja sih yang menyebabkan kamu harus unfollow akun seseorang ? Agak shocked juga dengan berbagai jawabannya. Diawali dengan motif iseng-iseng berhadiah recehan, mulailah chat sana-sini dengan tujuan menanyakan hal yang sama, “Apa yang bisa menyebabkan kamu harus mengunfollow akun seseorang”. Ini merupakan jawaban dari “kenapa si Kamu di Unfollow?”
1. Akun yang isinya foto-foto selfi dengan tampilan full face
Ladies, pasti enggak nyangka banget. Kalo ada beberapa cowok dengan karakter tertentu emang risih ngeliat postingan foto-foto full face yang berlebihan di sosial media. Selain risih, cowok dengan karakter ini, rata-rata termasuk kedalam good man yang emang ada niatan untuk jaga pandangannya.
Nah, cewek juga pasti agak geli juga kan kalo ngeliat cowok yang doyan banget selfie. Kebanyakan si bilang Yess !
Tapi, terkadang tangan-tangan usil kita ini, memang pengen banget ngepost muka kita dalam keadaan yang better atau best face. Tujuannya sama; ngeraih pujian. Kalo gak terlalu sering si, its oke ya. Tapi kalo sampe keseringan apalagi ketergantungan, yaa.. hati-hati entar ada yang ilang feeling.
Klik Sumber Gambar |
2. Akun yang diduga menyebarkan kebencian atau provokasi
Banyak orang yang berharap masuk keranah sosial media untuk mencari informasi atau mencari hiburan. Namun, seiring banyaknya isu ini dan itu, maka terbentuklah akun-akun pengguna sosmed yang emang demennya nebar-nebar kebencian, provokasi sana-sini, hingga yang timbul ujungnya adalah perasaan gerah.
Nengok feed di instagram, ada postingan si anu yang hobby-nya nyinyir. Kadang, repost sesuatu yang kebenarannya belum pasti (HOAX). Yang dia like-in, akun-akun frontal yang isinya provokasi. Hm, untuk yang satu ini, wajarlah buat di unfollow.
3. Gak Begitu Kenal
Dimulai dengan bisikan, “Hm.. si A, B, C follow dia juga. Jangan-jangan dia adik kelas dulu pas di TK. Follow ajalah “. Eh ternyata, dilihat dengan teliti, kamu sama-sekali gak ngerasa kenal sama dia. Dan kamu termasuk pribadi yang membatasi pertemanan di dunia maya. So, Lets Unfollow !
Gak salah kan ? Malah better daripada kita terlalu mengekpose hidup kita tanpa kita tahu siapa yang melahap informasi tentang kita, pasti ada perasaan gak nyaman. Was-was, mengingat kejahatan dunia maya yang lagi marak terjadi belakangan.
4. Si Pesimis, Si Piktor (Pikiran Kotor), Si tukang Nyepam
Karena instragram diperuntukan bagi semua kalangan. Dari mulai anak yang baru bisa bedain mana jempol mana telunjuk, sampe yang doyan nunjuk-nunjuk orang. Jadi merupakan hal yang wajar juga jika instagram dijadikan tempat pertemuan berbagai karakter. Tergantung bagaimana kita memfilternya aja.
Ada yang risih dengan akun yang isinya caption menyek-menyek. Setiap hari postingnya sedih, pesimis sama hidup kayak abg labil yang baru di putusin.
Ada yang males dengan akun si Piktor yang doyan posting, atau like sesuatu yang gak pantas. Setiap posting, isi captionnya menggiring kita buat berimajinasi liar.
Ada juga si tukang nyepam yang doyan banget nyampah di mana-mana.
Setiap pengguna instagram, punya hak sama. Saat kita tidak bisa melarang, atau bahkan mengontrol postingan orang lain, maka lebih baik kita mengontrol tangan kita sendiri. Memilah dan memilih akun-akun mana saja yang pantas di ikuti dan akun mana saja yang pantas di skip.
5. Akun Mantan ( Mantan Gebetan, Pernah suka, Pernah punya harapan dll)
Nah yang paling banyak voting alasan mengunfollow akun seseorang, berkaitan dengan mantan. Apalagi kalo mantannya sudah berhasil move on. Cuma orang-orang yang punya mental baja yang masih follow akun mantan. Hehe..
Alasannya si simpel, ada yang bilang gak mau lagi berhubungan sama hal-hal yang menyangkut doi, ada yang bilang gak kuat ngeliat dia sama yang lain, ada yang bilang pengen memulai hal baru.
Tapi ada juga yang menanggapi mantan biasa aja di sosial media. Yang cuek bebek ngeliat doi dengan gandengan barunya, yang gak terlalu di ambil hati dengan segala bentuk sindirannya. WOW.. dahsyat ya.
Klik Sumber Gambar |
Nah, itu dia simpulan dari hasil voting minggu lalu. Terlepas dari semuanya, kembali lagi ke pribadi masing-masing.
Selamat hari sabtu, dan semoga bermanfaat !
klik sumber gambar ! |
Jangan memberi nyawa pada amarah. Kali ini aku mengalah. Bukan karena kecewa yang tak cukup buat ku marah. Hanya.. aku tak ingin memberinya nyawa dengan drama-drama yang hanya akan memperparah.
Hari-hari tenang yang aku pilih belakangan. Membuat ruang ku cipta semakin terasa renggang, aku yang putuskan untuk mencukupi segala perasaan. Meski memang, mungkin segalanya akan berjalan perlahan. Meski mungkin perasaan tak sepenuhnya terbunuh oleh kekecewaan. Setidaknya.. aku hanya butuh penerimaan. Bukankah, berlari dari kebencian hanya akan membuat kita semakin dekat dengan kebencian itu ? Membawanya pada setiap waktu yang tumbuh di sela aktivitas, membuatnya tetap hidup dalam hari-hari yang kurangkai dengan harapan yang lebih baik. Dan.. aku tau, rasa itu tak akan mati hanya karena aku berlari. Dan.. rindu itu tak akan sirna hanya karena aku tak lagi ingin bertemu kembali . Dan.. kamu tak akan sekejap ku lupa, hanya karena aku sudah terlanjur kecewa.
Kejadian belakang yang ku ketahui benar, meski kamupun tak akan pernah tahu bahwa aku telah kau kecewakan. Aku harus apa ? Selain kembali menata hati yang telah kau buat berantakan. Meski tanpa kau sadar. Aku harus apa ? Selain bergegas memperbaiki suasana hati yang tak karuan. Aku yang lebih dari sekedar mengartikan semua ucapanmu. Tanpa kau sadari, aku menciptakan kamu di pikiranku. Aku harus apa ? Selain menciptakan jarak antara kita. Meski mungkin itu tak cukup untuk aku terhindar dari luka. Aku harus apa ? Selain menyadarkan diri bahwa aku tak pernah benar-benar-benar ada di matamu. Apalagi lebih dalam dari itu.
Sejujurnya, kecewa ini kubuat sendiri. Luka ini kukorek sendiri. Aku harus apa ? Selain pergi atau berusaha tetap ada sebagai perempuan yang mungkin hanya kau anggap teman. Aku harus apa ? Selain berdamai dengan harapan-harapan yang kau buat remuk berantakan.
Rindu itu saling saut menyaut saat aku kembali memberi ruang pada maaf. Ruang introspeksi itu bukan menyulutkan fokusku untuk pergi melenggang, malah semakin menyeretku kembali. Rindu ini tak pernah mau tau bahwa penawarnya mungkin tak akan pernah memberinya wajah yang sama. Wajah yang memiliki rindu yang sama. Rindu ini tak pernah tau malu, bahwa rindunya tak akan berbalas. Rindu ini tak pernah mau tau, bahkan saat aku sudah merasa cukup untuk menyudahi.
Apa ini ? Selain kisah yang kuciptakan bertahun-tahun ? Selain kisah yang menuntut untuk disempurnakan ? Selain.. aku dan seribu ambisiku, aku dan hanya tentang aku. Aku yang berlebihan mengartikan, aku yang terlalu bodoh kau mainkan, aku yang kau tarik ulur sesuai kebutuhan ? Dan bertahun-tahun aku bertahan.. hanya agar kamu akhirnya memberi kepastian . Hanya agar akhirnya kamu mengungkapkan. hanya agar akhirnya kamu faham.
Tapi.. akhir yang baik untukku tak pernah datang. Justru yang terjadi malah kebalikan.
Pada akhirnya… kenyataan lebih dulu menyatakan jawaban. Pada akhirnya, kamu tanpa sadar menyiratkan. Memberi jawaban. Meski jauh dari harapan, aku akan mencoba memberi ruang pada penerimaan.
Marah itu perlahan meredup. Dan aku sadar… aku tak seharusnya menunggu yang tak pernah memberi kepastian. Tak sepantasnya.
klik sumber gambar |
Jika hari ini kamu bersamaku, itu bukan berarti esokpun akan sama.
Jika hari ini kamu menghabiskan waktu denganku, bukan berarti kemarin kamu tak pernah dengan yang lain.
Jika hari ini kamu bilang bahagia disisiku, bukan berarti kamu tak bisa bahagia ketika dengan yang lain.
Jika hari ini kamu membuatku merasa satu, tak menutup kemungkinan satunya dari dua.
Jika hari ini kamu memilihku, tidak menutup kemungkinan kemarin kamu pernah ingin memilihnya.
Jika hari ini kamu ada, bukan berarti esok masih sama.
Ketika kita masih tentang orang-orang tanpa ikatan. Pantaskah aku merajuk saat maumu tak sesuai harapanku. Jika kita masih tentang dua orang yang bebas dalam masa penjajakan, pantaskah aku membatasimu untuk berlabuh ditempat lain ? Jika kita masih tentang ketidakpastian, pastaskah aku mengikatmu begitu erat ?
Dan.. mungkin aku berlebihan. Tapi jikapun tidak, biar aku mencoba memberi ruang pada kecewa ini sendiri. Karena tak sepantasnya, segala ketidakpastian ini dibumbui dengan rasa marah yang berlebihan. Karena tak sepantasnya, segala ketidakpastian ini memberi hak banyak pada yang bukan wewenangnya.
Ketika perasaan ini jatuh pada orang yang mungkin belum memiliki kesiapan. Ketika perasaan ini jatuh pada orang yang masih banyak keinginan. Ketika perasaan ini jatuh pada orang yang tak sanggup memberi kepastian. Ketika perasaan ini dan segala ketika yang lain ini jatuh padamu, lantas aku harus apa ? Adakah jalan lain selain mengemasi segala harapan lalu pulang.
Proses menulis bagiku seperti ritual. Membutuhkan tenang dan pikiran yang terbuka pada sekitar. Agar kepekaan bisa menangkap lebih banyak warna dari setiap kisah yang ingin kuceritakan. Karena aku ingin menulis yang bukan sekedar menyenangkan tapi menenangkan.
Memasuki usia 23tahun kemarin, aku memfilter banyak hal termasuk mengkotak-kotakan mana yang harus di tuangkan dan mana yang cukup sekedar di rasakan. Aku sedang ingin menulis segala hal-hal yang baik, jika mengenai sesuatu yang burukpun aku ingin disampaikan dengan baik. Lebih membentengi diri untuk tidak mengikuti nafsu, mengekalkan amarah dengan kata-kata yang membabi buta. Aku ingin jika pun marah, marahlah dengan elegan. Tanpa perlu menyakiti lagi banyak orang dengan kata-kata yang tak seharusnya di lontarkan.
Usia memang masih saja jadi batasan. Tapi tanpa batasan, mau jadi apa selain binatang.Usia memang harus selalu jadi pertimbangan, dalam setiap mengambil garis kelakukan.
Kadang.. aku ingin menulis hanya agar aku tenang. Meluapkan berbagai hal tanpa perlu memikirkan bagaimana efek kedepan. Tapi, bukannya tenang.. justru aku dijekar-kejar pertanggungjawaban atas rasa marah yang berlebihan. Apalagi jika diisi sumpah serapah dan kata-kata kasar. Rasanya aura negatif sudah mengental, sulit untuk di cairkan. Karena itu, aku memilih menulis dalam keadaan tenang. Biar isinya lebih bernilai. Kalopun tidak, cukup untuk ku baca lagi agar kembali tenang. Kalo isinya banyak marahnya, banyak negatifnya, ketika dibaca kembali, ya itu lah yang terbaca. Tulisan yang ditulis dengan kebencian, lalu diuraikan dalam kata-kata yang gak baik, enggak mungkin tahun depan berubah jadi tulisan yang ketika membacanya menenangkan bukan ?
Aku suka jalan-jalan ke blog yang isinya cerita sehari-hari yang ringan, tapi nilainya berbobot. Banyak nasehatnya. Aku suka membaca novel yang ketika membacanya, kita bukan hanya sekedar membaca cerita, tapi juga memperoleh pengetahuan. Seperti novel Ika Natassa yang berhasil membuatku melek sama kehidupan metropolis dalam skala internasional. Sama seperti novel Dee Lestari yang membuat kita melek sama kata-kata baru. Sama seperti novel Tere Liye, yang membuat kita sadar karena banyak nasehat-nasehat besar dalam ceritanya yang sederhana.
Ketika menulis adalah proses mengurai permasalahan, maka menulis butuh ketenangan. Agar mampu mendengar suara perasaan. Ketika gegaduh di luar tak bisa diredam, maka lebih baik memberi jeda pada letupannya. Jika hari ini belum tenang, tunggulah.. siapa tau besok apinya sudah padam.
Ketika hidup tak henti-hentinya berkaitan dengan segala permasalahan. Tak henti-hentinya memaksa untuk terus bergerak. Disamping semua itu, permasalahan dan kesulitan memaksa kita untuk terus berkembang. Bukankah kenyamanan tak akan pernah membuat kita berkembang ? Kenyamanan hanya akan meninabobokan, membuat kita terlelap di posisi yang sama; sukar bergerak.
Ketika menulis adalah proses mengenal perasaan. lalu diterjemahkan dalam pengenalan jatidiri yang panjang. Maka menulis bagiku lebih dari sekedar bercerita panjang lebar. Menulis adalah perjalanan meredam gejolak emosi. Menulis adalah proses mengurai permasalahan. Menulis adalah cara meluapkan perasaan dengan cara yang elegan. Maka, tidaklah salah jika aku disini sekarang.Menulis dengan tujuan, semua bisa terurai dengan baik. Dan esok lusa aku membaca kembali, aku melihat tembok-tembok tinggi yang aku bangun untuk menjadi batasan seorang perempuan dengan gejolak perasaannya.
klik sumber gambar |
You can find me,,You can knowing me..You can see me..more than when you look my eyes inside.no other place, except here !Read with your heart.Read with your mind.Read with you soul.and.. Find me !Jakarta, 11 Mei 2017 (18:58)
Berhubung dengan adanya challenges 30 hari tanpa media social, saya juga menantang diri saya untuk selalu menambah wawasan atau pengetahuan saya dengan hal-hal baru. Dan di hari ketiga saya tanpa media social ini , waktu luang yang biasa saya gunakan untuk melihat news feed di instagram atau membaca banyak topik di facebook, saya alokasikan untuk mengetahui lebih dalam tentang sekolah karakter.
|