EGO

 Bagaimana jika aku membencimu berkali-kali tapi tetap mencintaimu hingga mati.
 Bagaimana jika aku berkali-kali memintamu pergi, tapi tetap merindukkan hingga menyeretmu kembali untuk kesekian kali.
Bagaimana jika aku menyakiti, tapi tetap berusaha meletakkan namamu di hati.
 Jika ini tak adil, berhak kah aku tetap memintamu disisi walaupun kamu berkali-kali aku lukai ? 


ego; 06 april 2015
@shintajulianaa

Re-peat

          Tahun lalu, kita pernah berhayal bersama. Di kedai kopi daerah kemang. Malam itu Bulang melengkung dengan sempurna. Semburat sinarnya sampai di teras-teras kota. Jam sudah menujukkan pukul 02.00 dini hari. Aku dan pria di depanku enggan beranjak pergi. Aku masih ingat tatapan itu. tatapan yang saat itu aku yakini sebagai perwakilan tatapan tulus.

          Malam itu seolah semesta turut mendukung semuanya. menjadi saksi bisu atas bahagia yang meluap-luap jauh di dalam hatiku. Aku ingat bagaimana kamu becanda pagi itu. Mulai dari makanan favorite kamu yang jelas-jelas berbeda denganku. Aku si pecinta seafood dan kamu yang ogah-ogahan dengan seafood. Kamu suka keramaian dan aku pecinta kesendirian.

           Malam itu kamu menjemputku seusai melaksanakam sholat taraweh. Kira-kira jam sepuluh malam, pertama kali kamu mengenalkan tempat itu. Tempat yang katamu jadi tempat terbaik untuk menghabiskan waktu. Aku hanya bisa mengikuti. Sambil menunggu waktu shaur, kita mengobrol kesana-kemari. Di awali obrolan ringan sampai obrolan berat dimana kamu mengutarakan mimpimu untuk menikahiku. Mulai dari rencana-rencana kecil perihal pengenalan kedua keluarga, resepsi, rencana tempat tinggal, tabungan bersama, mengajukkan deposito, asuransi untuk masa depan sampai hal besar tentang pandangan mendidik anak. Kamu yang membebaskanku untuk tetap bekerja di kantor dan aku yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga secara utuh, aku yang siap mengabdikan hidupku untuk merawat anak-anak dan juga memperhatikkan pertumbuhan detailnya. Kamu mungkin tak tau, obrolan pagi itu adalah obrolan mimpi-mimpi besarku yang mampu membuka bahagia yang begitu nyata. Mungkin kamu tak sempat melihat sinar mataku yang begitu antusias mendengarkanmu. Kamu mungkin tak pernah tau, aku begitu serius menanggapinya.

          Mendekati pukul 2 dini hari, kamu memintaku untuk meyakini rencana indah itu. Memintaku bersedia untuk selalu mendampingimu dalam segala keadaan. Kamu mungkin tak tahu, bahagia itu meluap-luap dalam hati sampai aku lupa menyentuh greentea latte kesukaanku. Padahal kamu saja, sudah menghabiskan 2 gelas coffe hitam. Apakah malam itu kita berhayal terlalu jauh ? Atau kita hanya terbawa suasana ? Alunan music pop itu apa menyeretmu untuk berkata yang sebenarnya tidak begitu kamu inginkan ? Dan dingin malam itu, membuatku berharap banyak padamu ?

          Setelah dialog malam itu, fikiranku dipenuhi segala perbekalan menuju kesana. aku mulai banyak membaca artikel cara mendidik anak, artikel menjadi istri yang baik, ah.. pokoknya aku mempersiapkan lahir dan bathinnya. sampai aku sepakat dengan diriku, untuk menyisihkan 1 juta dari penghasilan tiap bulan untuk masa depan kita. Ya, katanya kamu akan segera membuka tabungan bersama dengan ku. Segera mengurus deposito. Aku yang kesana-kemari mulai mengunduh banyak informasi tentang asuransi kesehatan, asuransi dana pensiun. Kamu yang mulai sering mengirim email brosur tagihan rumah, mendalami tentang KPR. Sungguh aku benar-benar menikmati proses itu.

           Sekarang saja aku masih senyum-senyum sendiri jika menyambangi tempat itu dengan teman-teman. Bahkan dalam ramaipun, bayangan mu masih jelas merajuk memintaku mengunduh lebih banyak lagi ingatan itu. Aku tak suka itu, tapi indahmu mampu membujukku.

“Kita tinggalin jakarta, kita pilih hidup tenang di kampung. Bangun keluarga yang nyaman, tenang, dan aku mau rumah kita ramai dengan bacaan alqur-an. Aku mau nasehat-nasehatmu membentuk karakter terbaik untuk anak-anak kita. Kamu mau kan ? Kamu gak keberatan kan ? pasti menyenangkan pulang ke rumah masakan uda tersedia, lihat anak-anak yang tumbuh dengan baik.” matamu menerawang, seolah benar-benar menghidupkan mimpi-mimpi itu. Aku hanya bisa menganggukkan kepala.

            Saat itu kamu terlihat visioner. Segala pengeluaran sudah kamu rancang. Mulai dari memiliki tabungan bersama. niat berwirausaha untuk ku sekedar menghilangkan jenuh.

“Setahun. Kamu mau tunggu setahun kan ?” Simpulmu mantap setelah menghitung jangka waktu pencairan deposito yang sengaja akan kamu ambil dalam kurun waktu 6 bulan kedepan. Kamu berniat akan menggunakannya untuk dp rumah. Aah.. rasanya jika aku mengingat rencana-rencana dulu denganmu terlalu indah. Terlalu muluk.

           Mimpi-mimpi itu membuatku lupa akan kejatuhan yang pelan-pelan menghampiriku. Keyakinanku padamu, membuatku buta akan perubahan sikapmu. Kepercayaanku yang begitu besar, membuatku menutup segala prasangka miring tentangmu. Hingga tiba di suatu waktu, kamu begitu yakin meninggakanku sedangkan aku begitu yakin kepergianmu hanya untuk sementara, kamu hanya sedang becanda. Kamu akan segera kembali dan mewujudkan mimpi-mimpi kita.

           Apa kabar ? Aku menunggumu di kedai itu. Berharap kamu datang sekedar untuk melepas suntuk. Nyatanya tidak. Kamu pergi tanpa berniat kembali. Kamu benar-benar pergi tanpa berniat memintaku menunggu lagi. Mungkin benar, kemarin itu kamu hanya sedang berbual. atau mungkin kamu hanya butuh pendengar sejati. iya, aku yang cenderung menerima semua rencanamu. Aku yang manut atas apapun yang kamu rancang. dan aku yang cukup bodoh untuk meyakini semua itu.

          Sekarang aku sudah mulai bangkit. Tuhan memang selalu memberi rencana terbaiknya. Memberi petunjuk dalam setiap panjatan doa tahajudku. Memberi kekuatan atas kesertaanNya dalam setiap cobaan menyertaiku. Hey kamu… sekarang kamu boleh kembali menatapku. lihat aku. Aku sudah jauh lebih tegar dari sebelumnya. Aku yang aku pastikan jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku yang tak akan lagi menyia-nyiakan waktuku untuk mempercayai omongan-omongan yang hanya sekedar keluar dari mulut saja. Aku dengan segenap mimpiku. Aku yang senantiasa selalu berdoa agar diberi yang lebih baik dari kamu dalam panjatan tahajudku. Dan bagaimana denganmu ? lebih baik kah ? aku harap kamu tak akan melupakkanku. seperti aku yang tak akan melupakan kejatuhanku karena ulahmu.

————————————————————————————————————————–

Klik Sumber Gambar 

(Ini hanya kisah perempuan dengan mimpinya. Percayalah Mimpi membuatmu lebih kuat sekalipun kamu harus jatuh terlebih dulu)



#nomention
@shintajulianaa


                                       

stop this pain ; I MISS U, Darl

“Jika teori jawa mengatakan witing tresno jalaran soko kulino. Maka kita adalah praktek yang tidak aku sadari.”

  ****

                Aku fikir, hatiku bisa dikemudikkan kemana aku mau. Aku fikir selama logika menyetujui itu tak akan pernah jadi perkara berarti. Dan selama ini, aku tidak ingin benar-benar menyukaimu. Karena bagiku, kamu hanya pelengkap dimana aku merasa sendiri. Tidak pernah lebih. Aku tak akan merindukanmu, kecuali jika aku sudah kehilangan lawan untuk bercerita. Kehilangan lawan untuk bermain games, atau ketika Gilang, Ardi, dan Derry sibuk dengan dunia-nya. Yang mungkin akan lebih berat jika mengikutsertakan aku bersama keasyikkkannya.

                Bagiku; kamu hanya teman jalan, teman nonton, teman ngobrol, tidak pernah lebih berarti dari pada teman-teman lelakiku. Bagiku; kita hanya label yang aku beli hanya agar mereka tidak lagi mencandaiku sebagai single atau lebih parah tuna asrama. Bagiku; hanya ada kamu dan hidupku, dan aku dengan kehidupanku. Tidak ada kita, tidak ada kehidupanmu. Bagiku; kamu hanya manekin.


                Mungkin aku tidak pernah menyadarinya dulu. Atau bahkan aku tak mau mengakuinya. Entahlah, yang jelas aku tak mau menyukaimu lebih dari manekin. Aku tak mau membutuhkanmu lebih dari sarapan pagi yang selalu kamu antarkan ke meja kerjaku. Aku tak mau mencarimu lebih dari aku membutuhkan teman untuk nonton film-film horor. Aku tak mau menelponmu, lebih dari aku meminta bantuanmu untuk segera datang ke rumah walau hanya sekedar menemaiku nonton dvd. Aku tak mau membanggakanmu lebih dari aku mengagumi kecantikkanmu. Hanya itu. Aku tak mau lebih dari itu.

                Dan tiba saat aku angkuh untuk merasa kamu benar-benar tak berarti hingga aku pergi dengan begitu pasti. Mungkin kamu tak pernah tau. Atau bahkan kamu benar-benar yakin, aku tidak akan pernah ingin lagi kembali. Seperti kataku malam itu. Saat permohonanmu hanya jadi bahan kepastianku menjauh. Melenggang meninggalkan dengan mudah. Kamu tahu, saat itu aku benar-benar puas telah berhasil pergi. Terlebih saat kamu menangis tanpa upaya untuk membuatku berhenti. Kali ini, sebenarnya aku tetap tak ingin mengakui. Kali ini aku masih ingin tetap meyakini, kamu tak akan pernah jadi berarti.

                Darl, taukah baru sekarang aku memanggil namamu setiap malam dalam sendiri. Taukah baru kali ini, aku tetap merasa sepi hingga menghabisi walau mereka setia menemani. Taukah aku berharap pagi membawamu lagi, walau sekedar untuk mengucapkan “selamat pagi. Hari ini aku masih mencintaimu.” Mungkin kamu sudah tak berniat untuk kembali. Mungkin kamu benar-benar telah mempercayai segala kebohonganku yang sebenarnya dulu aku yakini.

                Kamu tak pernah tau. Sama halnya dengan ku yang tak pernah tau pelan-pelan kamu bertahta di relung hatiku. Sudah sebulan aku menunggumu. Setiap pagi, siang dan malam yang ku harap kamu datang karena rindu yang mulai meradang. Tapi apa daya, tabiat burukku sudah berhasil membuat jera kamu.

                Taukah. Aku rindu kamu bukan sekedar untuk menemani nonton film horor, atau duduk di samping mengunyah popcorn. Kali ini, aku ingin kamu melakukkannya lagi. Memasak pagi-pagi, membangunkanku lebih pagi, menjadi alarm pengingat ini itu, mengantar sarapan di meja kerjaku, mengucapkan ucapan sederhana seperti kata i love you. Kali ini aku benar-benar merasa kehilangan.

                Rupanya kebiasaan-kebiasaan kecilmu mampu mengisi hari-hariku lebih dari sekedar pelengkap sepi. Rupanya kebiasaan munculmu yang tiba-tiba, yang dulu sering membuatku jengkel karena kamu datang sesuka hati, kali ini aku ingin kamu melakukkannya lagi. Datang tiba-tiba. Aku tak peduli jika kamu ingin datang sesuka hati lagi bahkan ketika aku sedang menikmati kesendirianku. Aku tak peduli jika kamu ingin selalu turut serta dalam setiap acara malamku. Aku tak peduli jika kamu mau terus mengingatkanku untuk berhenti merokok. Aku tak akan lagi peduli atau keberatan. Jadi aku mohon, datanglah lagi.

                Setiap hari sejak hari aku memutuskan pergi, aku tetap baik-baik saja. Tak ada yang berubah. Aku tetap pecinta dunia kerja, tetap lupa makan saat fokus bermain games, tetap ketakutan saat aku menonton film horor. Tidak ada yang berubah, hanya saja ada yang kurang dan beda. Mungkin karena tidak ada lagi kamu. Tidak ada lagi nasehat-nasehat kecil yang membuatku pusing. Tidak ada lagi larangan merokok di dalam ruang, tidak ada lagi larangan tidur tengah malam, kali ini aku bebas seperti apa mauku. Tapi kenapa aku tak merasakan lebih bahagia ?

                Kamu bisa bicara “datang saja jika aku mulai ingin kembali.” Tapi  bukankah kamu yang paling tahu aku ? aku yang tak pernah mau mengaku, aku yang angkuh, aku yang terlalu mengutamakan harga diri yang ku junjung hingga mati. Aku yang lebih berprinsip.

                Bila seperti ini maukah kamu mengalah lagi ? untukku ? dan mungkin akan lebih mudah jika aku mulai bisa mengakui adanya kita.

                Darl, aku merindukanmu. Merindukkan kebiasaan-kebiasaan kecilmu. Maukah kamu melakukkannya lagi ? dan aku tak akan memintamu berhenti apalagi pergi.

Add caption

Will you come home and stop this pain tonight

Stop this pain tonight

I Miss You | Blink 182







jangan pernah menganggap remeh kebiasan-kebiasaan kecil.
karena jika di lakukkan terus menerus, kebiasaaan akan memintanya melakukkan lagi.
@shintajuliana



Perkara Tinggal dan Tetap tinggal, tanpa pernah ada Pergi !

“Kalau lilin saja tidak mempermasalahkan kesetiannya untuk menerangi gelap sekalipun dia harus terbakar, kenapa aku harus mempersulit hati ku untuk berhenti mencintaimu hanya agar aku terhindar dari patah ?”

Klik Sumber Gambar

            Pahami; aku lebih akan patah saat aku tak berhasil menemukanmu di setiap pagi ku. Aku akan lebih sesak, saat wangi parfummu semakin menjauh dariku. Aku akan lebih gila, saat kamu tak mau tau lagi bagaimana aku. Sekalipun aku lebih tau, itu hanya jadi basa-basi semata. Tapi sekali lagi, semata-mata itu berharga hanya untuk meyakini hatiku, kamu masih di sampingku.

           Jadi, jangan coba-coba pergi. Jadi, jangan coba-coba melepaskan genggamanmu atau menghempaskan tanganku yang melingkar kuat di pinggulmu. Apalagi untuk alasan gila yang akan benar-benar akan membuatku gila.

           Jika kamu lelah menggenggamku, aku bersedia menggenggammu erat. Seerat dan sebisa mungkin sampai tak ku biarkan siapapun merebutmu. Bila akhirnya kamu membenciku karena merasa tercekik karena ke egoisanku ? Aku tak akan patah karena itu. Asal selama kamu melakukkan itu, kamu tetap berada di sampingku.

Aku bersedia patah jika untuk menemanimu. Bahkan aku akan mematahkan keseluruhan yang aku miliki jika di perlukan untuk modal menemanimu sepanjang waktu.
Aku bersedia tuli jika untuk selalu mendengarkan segala teriakanmu yang tak kuat lagi berada di sampingku.
Aku bersedia buta jika untuk melihatmu tak menginginkan lagi adanya aku di hidupmu.
Aku bersedia gila jika untuk tak menyadari kamu mencintai perempuan lain.
Aku bersedia mati jika untuk bersamamu.

          Ini gila. Itu katamu. Kamu merasa gila karena terkungkung bersamaku. Dan aku gila karena selalu menutupi alasan kepatahanku. Kamu bilang melepaskanmu adalah kado terbaik dari ku. Tapi bagiku melepaskanmu adalah awal dari kegilaanku yang lebih lagi. Kenapa ? Aku tak bisa membiarkanmu bahagia jika harus lepas dari ku. Kenapa ? Aku menyakitimu ? Biar. Biar sama-sama saling tersakiti. Dengan begitu kita bisa saling bersama sekalipun hanya untuk melukai. Itu lebih baik dari pada aku membiarkanmu pergi. Lantas kamu bahagia sementara aku mati sendiri. Lantas kamu pergi sementara aku tetap merasa terlukai.

Jangan salahkan aku.
Jangan salahkan cintaku yang membodohi.
Jangan salahkan cinta besarku.

         Kamu yang memulainya. Aku hanya menjalaninya hingga tak pernah ku temui ujung. Aku hanya bermain peran. Hanya saja peranku sebagai wanita yang mencanduimu, Gagah. Bila akhirnya kamu tak menginginkanku, itu perkaramu. Bila akhirnya ini menjadi sulit, itu masalahmu. Yang tak mau lagi memahami ku.

         Ingat… 3 tahun lalu kamu memulainya. Memberi perhatian, menatapku lekat-lekat, memperlakukkanku manja, menjadikan aku satu-satunya bahagiamu, menjadikan aku ladang untukmu berbagi. Jika akhirnya berlainan dan berubah. Itu bukan perkaraku. Mungkin kamu sedang melihatku dari sudut lain atau mungkin aku sudah membuatmu jenuh ?

         Aku tidak pernah berubah. Aku tetap wanita yang selalu menginginkanmu, selalu. Ingat selalu. Aku tidak pernah berubah. Aku masih selalu memberimu perhatian sekalipun kamu lebih sering mengabaikan. Aku tetap menemanimu setia sekalipun kamu lebih sering mengasingkan. Aku tetap akan disisimu, mencintaimu sekalipun kamu sudah tak lagi menginginkan. Aku tak akan berubah.

Bagaimana rasanya ?
Merasa beruntungkah dicintai wanita sepertiku ?
Atau merasa sangat-sangat malang ?

 
         Sekali lagi aku tak peduli. Aku mati rasa. Kamu sudah terlalu sering menyakiti hingga berkaca-kaca bahkan tumpah air mata. Tersakiti sudah jadi perkara biasa.

Aku ingin kamu di sisiku, selamanya tanpa tapi.
Aku ingin mencintaimu, selamanya tanpa mati.

Jika kamu berfikir aku gila. Ini belum seberapa jika aku benar-benar kehilanganmu.

         Sekali lagi pahami.
         Aku tetap akan di sampingmu sekalipun kamu tak pernah mau melihat. Aku akan berbicara dan selalu memberikan perhatian terbaikku sekalipun kamu tak sudi mendengar. Aku akan di sisimu, selamanya. Sekalipun kamu tak meminta. Aku akan tetap menyimpanmu di ruang hati paling dalam dan ruang paling besar. Sekalipun mungkin aku sudah tidak lagi memiliki secuil apapun dari yang kamu punya.

Jika aku membunuh diriku dengan gila karena ini.
Aku akan membiarkannya sampai benar-benar mati.
Jika aku turut membunuhmu dengan perkara ini.
Aku akan tetap melakukannya sampai kita sama-sama mati.


untuk mawar. 
cintanya yang sudah tertanam hingga mati.
karena baginya cinta hanya perkara tinggal dan tetap tinggal.
tanpa pernah berhenti apalagi pergi.
@shintajuliana 

Akankah ini Kontrak Mati ? ( Cinta Gagah )

Saya masih tercengang dengan keputusan yang saya buat sendiri. Entah yang jelas saya merasa mantap untuk kembali kepada Mawar. Setelah saya mendatanginya lagi di Apartement yang sempat jadi tempat tinggal saya, ada kilatan-kilatan masa lalu yang manis memaksa saya untuk melangkah lebih jauh lagi, meyakinkan mawar untuk sudi menerima saya kembali.

Setelah janji-janji buatan yang saya lontarkan dengan mudah, sedikit rayuan, bujukan, dan perilaku manis yang saya berikan kepadanya, akhirnya Mawar kembali. Gagah kembali kepada Mawar. Masih memeluknya, saya kembali meyakinkan. Berharap ini adalah jalan terakhir bagi saya dan mawar. Tak kan lagi menemui perpisahan. Tak kan lagi berniat menyerah dan pulang. Mawar teringsak-ingsak menangis dalam pelukkan saya. Mengecup kening saya berkali-kali. Ya, saya pun merindukkan sentuhan nya. Dan saya lebih yakin, mawar benar-benar mencintai saya.

“akhirnya kamu kembali, aku sayang sama kamu. Tolong jangan pergi lagi.” 
Dia enggan melepaskan pekukkannya.
Shintajulianaa 22/11/14
Cinta Gagah 

Kinar POV ( Cinta Gagah )

Aku masih tak percaya. Aku masih ingin mempercayai janji-janjinya. Aku masih ingin bermimpi dan mewujudkannya. Tapi Tuhan menampar aku keras. Sampai aku tak bisa lagi menemukkan jalan untuk kembali kepada Gagah. Mungkin ini jawaban doa-doaku. Tapi yang aku tak minta pada Tuhan untuk menjauhkanku dengannya, aku hanya minta petunjuk untuk di lancarkan dalam menjalani setiap fase hubungan kami. Rupanya tuhan punya rencana berbeda. Hingga dia memampangkan apa yang tidak kulihat jadi terlihat begitu jelas. Mempertontonkan drama di belakang panggung itu dengan tirai terbuka. Apa aku harus bersyukur atau merintih ? Meminta tuhan mengembalikkan gagah padaku.

Sore itu gagah menemuiku. Masih dengan muka kusut bekas menangis sedari pagi aku menemuinya. Hampir sebulan dia tidak menemuiku. Kita hanya berkomunikasi lewat telpon dan itupun dengan intensitas jarang. Aku fikir, dia benar-benar sibuk. Aku fikir dia benar-benar sedang bekerja keras untuk masa depan kami. Tapi nyatanya, ada drama lain di balik semuanya.

Kali ini aku berhasil menatapnya lamat-lamat. Dia, gagahku yang sebentar lagi akan meninggalkanku. Aku tak kuasa membayangkan apapun. Mataku buram oleh air mataku sendiri. Pelan-pelan aku tertunduk. Sebelah tanganku mencengkram pagar kost-kostan berusaha mencari kekuatan. Aku menangis tersedu-sedu.

Terbayang wajah kecewa atau mungkin wajah perihatin dari kedua orang tuaku jika aku memberitahukan kabar ini. Tidak akan pernah ada pernikahan. Tidak akan pernah ada Gagah dalam keluarga kita. Aku masih terhunyung. Entah mulai dari mana menjelaskan semua ini.

Bulan ini, hubungan kami menginjak bulan ke 6. 2 bulan yang lalu, aku sudah mengenalkannya mantap kepada keluarga besarku. Aku berharap banyak darinya. Dan bulan depan, gagah berniat mengajakku ke Majalengka. Menemui orang tuanya sekaligus menentukan hari besar kami. Menentukkan kapan orang tua ku siap bertemu dengan orang tuanya. Tapi rencana tinggalah rencana. Aku tak tau pasti apa yang membawanya kembali kepada Mawar. Tapi aku tau, aku tak buta, ada pengkhianatan besar yang di lakukkan gagah. Baik padaku, ataupun kepada Mawar.

Aku masih belum lupa. Ingatanku masih kental dengan peristiwa tadi pagi. Niatnya, aku akan memberinya tiket kereta. Ya dua tiket kereta yang sudah aku booking dari jauh-jauh hari. Semalaman, aku menelponnya. Jawabnya singkat. Bilangnya ada teman. Ada bos. Tak enak. Dan sebagainya. Itulah yang memutuskanku untuk menemuinya di kost-kostannya.

Sekitar jam 7 pagi aku sudah sampai disana. Aku sengaja datang lebih pagi, karena aku ingin sarapan bersamanya. Sudah lama, kita tak pernah makan bareng lagi. Masih dengan keyakinan dan senyum yang lebar aku mengetuk pintu kamarnya. Namun, senyum itu tak lagi tersungging dari bibirku. Mawar membuka pintu kamar dengan penampilan acak-acakkan. Seperti baru bangun tidur.

Ini pertama kali aku melihatnya langsung. Ya, aku tau betul siapa mawar. Mantan Gagah yang amat teramat sangat mencintainya. Mawar yang rela mengorbankan apapun demi kebahagiaan gagah. Hal yang tidak bisa aku berikan padanya, Mawar bisa berikan dengan senang hati.

Seperti petir menggelegar. Ada badai hebat bergejolak di hati. Menguras emosi, seperti memancing sebuah luapan air mata. Tidak, aku tak boleh menangis sekarang. Aku pastikan aku tak akan menangis sekarang.

Gagah yang kemudian berdiri di belakang mawar dengan telanjang dada itu mematung melihatku. Entah apa yang ingin dia katakan. Kita terdiam. Tidak ada perkenalan, dan mawar terhimpit dalam empat mata yang saling berpandangan.

Aku berusaha mencari ketegaran.entah dari mana, aku harus bisa biasa saja. Aku harus bisa membuka percakapan.
“Hey mas… ini titipan kamu. Sorry datang sepagi ini. Permisi mba, mas”. Tanpa sepatah katapun aku bergegas pergi. Nampaknya Gagah memang tak ingin menjelaskan apa-apa. Dia tak berniat mengejarku. Atau bahkan sekedar membujuk ku untuk percaya padanya.

Sore ini, Gagah melihatku begitu rapuh. Dia berhasil menyakitiku. Dia berhasil mempermainkanku. Dia berhasil. Aku benci diriku sendiri, kenapa selalu menemukkan jalan untuk memaafkannya jika dia minta maaf. Kenapa selalu ada jalan untuk mencintainya lagi setelah pengkhianatan ini. Kenapa aku lebih takut kehilangannya. Aku mulai di perbudak oleh cinta. Dan gagah masih berdiri di depanku, tanpa sepatah katapun. Tanpa penjelasan. Atau kata maaf.

Entah apa yang rasa. Saya harap Gagah akan menjelaskan dan bicara semua yang aku lihat salah. Semua yang terjadi tidak seperti apa yang aku bayangkan. Aku harap, aku salah. Atau setidaknya Gagah akan bicara menyesal dan memohon padaku untuk memberinya kesempatan ke-2. Aku sudah terlalu cinta padanya. Aku tidak bisa kehilangannya.

Shintajulianaa ( Cinta Gagah )
22/11/2014 (16:01)

Kontrak Mati ( Cinta Gagah )

“Jangan kayak anak kecil lagi ya… sekarang umur aku udah 27, kamu gak niat ngelamar aku apa ?” 
Sungutnya dengan gaya sok manjanya. Saya melangkah pelan kearahnya merangkulnya seperti biasa. Tidak pernah berubah sejak 7 tahun lalu.
“Emang kamu masih takut kehilangan aku lagi?”
“Setiap detik”
“Aku tak akan pernah mampu pergi jauh dari orang yang selalu berhasil membuat aku nyaman dan bahagia. Aku sudah punya malaikat hidupku, aku tak butuh apa-apa lagi”
“Gombal”
 kali ini dia memeluk saya lebih erat. Sampai tak ada celah lagi antara kami. Baru kali itu, saya benar-benar menyadari cinta besarnya mampu membuat saya terlena. Saya dan wanita dalam pelukkan saya, seperti kontrak mati yang tidak bisa lepas. Begitusaja.
***

Cinta gagah (shintajuliana)

Saya Lelaki Bajingan ( Cinta Gagah )

Saya mematung di depannya. Gadis yang 6 bulan lalu saya yakini sebagai pilihan saya. Gadis yang mengajarkan saya banyak. Gadis terbaik yang pernah saya kenal. Kinar.. saya benar-benar minta maaf. Saya tak menyangka akan menjadi seperti ini. Saya tak pernah main-main dengan rencana kita kemarin. Memilih rumah masa depan, berkenalan dengan keluargamu, mengajakmu mengenal keluarga saya, saya tak pernah main-main. Saya benar-benar ingin menghabiskan waktu denganmu. Bisik hati kecil saya.

Kami saling bertatapan. Semakin lama, saya semakin mampu menyelami perasaan dia. Entah dari mana saya harus menjelaskan. Dia sudah tau semuanya. Dia memergoki mawar ada di kostan saya sepagi itu. Jelas, dia tau apa yang sudah terjadi. Kinar tahu betul tentang Mawar berikut kisah lengkap kami. Hanya saja, Mawar tak pernah tahu soal Kinar. Saya tak ingin memberi tahunya. Saya menghawatirkan Kinar. Bodoh, saya menghawatirkan Kinar terluka. Tapi saya sendiri yang melukainya dalam. Sangat dalam.

“Kinar” akhirnya saya bersuara. Beribu kata maaf tak akan mengembalikkan semuanya. Hatinya sudah saya hancurkan. Harapannya, mimpinya. Tuhan, kenapa harus Kinar. Kenapa lebih mudah bagi saya menyakiti Mawar daripada Kinar. Lebih mudah bagi saya melihat Mawar menangis daripada Kinar. Apa karena kinar perempuan baik-baik bahkan sangat baik, jadi sudah sewajarnya saya merasa bersalah seperti ini. Lantas kenapa bukan kinar yang saya pilih ?

Saya tak sanggup lagi berkata-kata, Kinar mulai menangis sesenggukan di depan saya. Nafas cepat yang dia ambil di sela-sela senggukkan, saya tau ada bebel sakit yang tak tertahan di rongga hatinya. Tanpa berbicara, dia menyerahkan cincin tunangan kita.

“Kinar… ” aku berniat merengkuhnya yang terpojok di depan gerbang kost-kostan nya. Tolong berhenti menangis. Saya ingin seketika menghapus tangisnya. Tapi bagaimana, saya tidak bisa. Saya menggenggam tangannya, tapi kinar langsung menepisnya dan kembali menjauh. Mungkin memang lebih baik menjauh. Bahkan jika bisa terulang lagi, saya tak akan pernah lari kepada Kinar. Saya tak ingin mengenalnya jika hanya untuk menyakitinya.

“Mas gagah memang untuk Mawar, bukan buat aku. Pergi Mas… jangan pernah temui aku lagi.” Dengan terbata-bata di sela tangisnya. Dia berusaha tegar mengucapkan itu. Kinar berdiri tegak di depan saya yang menunduk lemah.

“Bagaimana orang tuamu Nar ?”

“Itu urusanku Mas. Orang tua ku pasti lebih mengerti” kinar menghela nafas dalam. Lalu menghapus air matanya dengan jemari tangannya. Yang tersisa tinggal merah di matanya, tidak ada lagi gumpalan air mata.

“Pulanglah,, semoga bahagia. Assalamualaikum”. Kinar berbalik, membuka pintu gerbang. Tertinggal saya sendiri.. menatap punggungnya sampai dia menghilang di balik dinding.

Cinta Gagah 22/11/15
shintajulianaa