KOMA (,)

Klik Sumber Gambar

Malam tak kunjung berganti pagi, sekalipun pagi tetap hanya bercerita tentang jiwa yang mati. Mungkin aku bukan satu-satunya. Aku tidak sendirian, dan ini bukan kali pertama. Penat. Sungguh penat. Entah ungkapan macam apa yang berhasil mewakili jiwa yang hanya diperbudak tuntutan agar tetap hidup. Waktu seakan hanya menjadi skala usia. Menjadi batas manis antara tua dan muda. Tapi jiwa tetap saja seperti biasa. Ini apa ? Aku harap ini hanya sebatas retroverso. Membutuhkan nyali lebih untuk memutar kenop ke sisi lain hanya agar menemukan banyak.

Manusia oh manusia. Jiwa yang tak pernah ada batas untuk terus merajuk. Tak pernah putus untuk meminta lebih. Akankah hidup hanya perkara tentang menunaikan apa yang dibutuhkan ? lalu penikmat tidak lagi terkecap pada berbagai indera ?

Malam terasa benar-benar panjang. Tak ada bunyi lain selain bunyi detik yang seolah mengejekku yang enggan untuk terlelap. Dan hati, bersuara lebih besar, banyak kurcaci menari-nari di otak, mengirim impuls agar aku makin merasa penat. Sunyi di luar tapi bak pasar pagi di dalam. Riuh. Hiruk pikuk bak euforia pesta kemenangan. Bedanya disini aku yang kalah. Hatiku dan segala bisikan-bisikannya menjadi kan aku terkungkung dalam dilema yang amat dalam. Logika mengambil alih kegiatan untuk berdiskusi lebih panjang. Oh Tuhan.. Aku penat.

Jika dalam diri manusia ada keadaan dimana semua aktivitas stabil, berjalan sesuai rencana. Pagi bekerja dan malam di isi dengan membangun kastil di alam bawah sadar, bersandar pada bantal tua yang baunya sanggup melelapkan. Tapi sayang, sebagian jiwa sudah terlanjur mengkristalkan dirinya sendiri. Yang ada hanya tinggalan duplikasi tanpa jiwa. Semua bergerak bagai robot. Dari satu misi ke misi lain. Dari satu tempat ke tempat lain. Akankah hidup hanya mengenai misi ? lalu jika ya, kenapa harus ada jiwa jika robot pun mampu menuntaskan semua.

Waktu benar-benar sedang mencandaiku. mengajakku menari-nari dalam kekalahanku sendiri. Menginginkan aku berpesta diatas kematian jiwaku sendiri. Kemarin, awal tahun dan segala hari yang telah terlewati, seolah menjadi musuhku. Mengajakku untuk bercengkrama sekaligus memintaku menjadi jaksa semua kesalahanku. Aku makin tersungkur.

Apa yang kucari ? Tak perlu lagi harusnya aku kemana-mana. Karena yang ku cari tinggalah aku gali dalam diri.

Jiwa apa kabar kamu ? Lama tak berua. Matikah ? atau hanya sekedar koma, menungguku menangis, meronta, memintamu kembali ada.  Jiwa.. Badanku remuk termakan semua rutinitas palsu. Ya, Palsu. Karena rutinitasku hanya sekeder agar aku tetap bertahan hidup. Memberi makan raga tapi lupa akan kamu wahai jiwa.

Jiwa, tercenungkah kamu. Otakku terus menguras semua yang tersisa. Aku lelah menyelesaikan semua ini sendiri. Hatiku terlalu lemah untuk di timpa banyak hal tanpa penyeimbang. Otakku terlalu individualis lagi egois. Ragaku terlalu ringsek untuk bisa mengatur ritme-nya.

Aku masih tercenung. Kali ini butir-butir itu jadi saksi bisu. Aku tak ingin jadi yang kalah. Apalagi kalah hanya untuk sekedar ego menguasai segala hal yang halus dalam diri. Aku tak ingin jadi keras. Meski mungkin selagi kau koma, aku sudah terlanjur berada di garis tebal untuk mati rasa. 

Jiwa.. Suaraku menggema—-seolah mencari celah untuk menyusup ke bagian paling peka untuk mengantarmu kembali ada. Aku benar-benar lelah untuk memperbudak raga yang lemah ini. Aku butuh jiwa yang tenang lagi anggun dalam meniti setiap misinya. Aku butuh jiwa yang tegar untuk berjalan beriringan dengan hati yang lemah. Aku butuh Jiwa yang ketika berdiskusi dengan otak tak lagi berkiblat pada ego semata. Aku butuh itu.

Tak ada yang lain. Tak ada di tempat lain. Tak ada.

Jiwaku hanya tertanam pada ragaku. Dan jika dia mati, aku ingin dia hidup kembali. Menentramkan lagi mendamaikan.

Dan yang ada hanya euforia pertemuan kembali antara logika, hati, dan ruhnya.

@shintadutulity
malam mengais kenangan

Complicated Feeling ( Heart’s Journey 3 )

Aku menyukai separuh diriku karena berhasil membuatmu tertawa. Separuhnya lagi aku jaga, agar tak membuat kamu kecewa sampai pecah duka lara. Biar saja akan kutunjukkan  bersama waktu yang terus mengikat kita. Bahwa aku tak lebih pantas dari mereka yang sempat kau puja. Apalagi lebih baik. Aku masih jauh dari kata cukup.

Kita memang berbeda. Bukan hanya tentang prioritas diri. Lebih banyak lagi ternyata. Aku baru menyadari, justru saat perasaan cinta sudah aku tata sedemikian rupa. Hingga tidak ada tempat untuk orang ketiga.

Aku khilaf. Mencintaimu hingga sejauh bahkan sedalam ini. Sedang diriku tak bisa menyentuh dunia atau sempitnya hanya cara pemikiranmu. Aku khilaf. Meneruskan rasa yang sudah kuduga hanya akan sia-sia. Kita tak bisa. Kamu tak pernah bisa. Dan aku tak akan pernah mampu.

—————————————————————————–

Klik Sumber Gambar

“You love him?”
“Would you marry him?”
“Love is not enough for a wedding.”That they said that he had tasted the bitter sweetness of life.

@shintadutulity 

You are nothing !

Aku sudah terbiasa bersembunyi dalam kecewa. Kuanggap biasa semua yang hampir menyakiti malah harusnya aku menangis tanpa berniat tertawa. Tapi bagiku kini, apapun biarlah terjadi bagaimana adanya. Aku tak lebih dari mengetahuinya. Tak berniat untuk merasa lalu meratapi dengan air mata. Aku hanya mencukupkan diriku untuk tau adanya. Bagiku tentangmu tak lebih besar dari masa kemarin. Tak kan pernah ada esok yang ku janjikan. Tak pernah ada nanti yang aku titipkan. Jangan hawatir, aku sudah terbiasa. Malah justru lebih kacaupun aku pernah merasa. Kali ini, ulahmu tak memberi efek apa-apa. Aku tetap bisa seperti biasa, tertawa tanpa di reka-reka. Dan bahagia tanpa merasa kamu tak ada.

klik sumber gambar

——————————————————–
Everybody knew you’re a liarEverybody knew you’re a playerEverybody knew you’re never seriousRisk your love at meAnd i tell you once again baby———————————————


@shintadutulityumtuk kamu yang gagal menyakiti


Heart Journey On Saturday


I would rather hurt myself
Than to ever make you cry
There’s nothing left to say but good-bye
You deserve the chance at the kind of love
I’m not sure I’m worthy of
(good bye – air supply )
   ( Lagu yang belakang jadi playlist rutin setiap pagi, siang dan malam. )

_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

 Aku sedang tak mau banyak bicara. Entah aku kehilangan selera. Mengenai apapun. Aku sedang tak suka becanda. Aku sedang tak suka banyak bicara. Aku ingin diam saja. diamkan saja, aku. Memang aku sedang ingin menikmati sunyi. Sampai merasa benar-benar sendiri. Lalu terjerambab dalam sepi. Yang dulu aku benci karena sepi berhasil menemukanmu. Meskipun kamu sedang asyik di kota berbeda. Aku selalu berhasil menemukanmu. Dan aku tak suka. Tak pernah suka. 

Sekarang aku termakan lagi sepi. Tapi sunyi tak berhasil mengundangmu kembali. Diam tak berhasil membuatmu bicara. Kamu pergi terlalu jauh, atau rasaku yang sudah tak mampu.

Aku rindu. Hingga malam kubiarkan mengoyak semua memori tua. Aku rindu. Hingga mata kubiarkan terjaga begitu saja. Tapi kali ini aneh. Tidak seperti rindu yang bertahun-tahun belakang liar membuat sesak dada. Kali ini lebih lembut. Menyentuh malam. Menggetarkan bibir. Memaparkan doa. Untukmu. 

Aku tak tau apa rasa yang sedang berusaha aku sirnakan. Atau bisa saja aku pertahankan. Yang ku tau, aku tak begitu suka lagi mengingatmu. Aku tak begitu mudah lagi menemukan suaramu. Kamu menghilang. Tapi doa kebaikanmu tetap aku inginkan. Meski aku sudah tak ingin jadi yang engkau inginkan. Aku sudah cukup bahagia, menyediakan waktu malam untuk mendoakanmu. Menjadi wanita yang sepenuhnya ingin melihatmu tersenyum, bahagia. Dengan siapapun atau apapun yang membuatmu bahagia. Aku tak peduli. Asal kamu bahagia, cukup !

Klik Sumber Gambar

And I hope you find it,
What you’re looking for
And I hope it’s everything you dreamed your life could be
And so much more

And I hope you’re happy, wherever you are
( I Hope You’re Happy – Miley Cyrus )


__________________________________________________

__________________________________________________

Untuk Hati yang paling mulia.
ketika menjadi pecinta yang tak tau mau apa.
kecuali satu bahagianya yang menjadi tujuan nyata.

@shintadutulity

“Dari hatinya, aku bicara…” 12sept2015 (13:50)

Klik Sumber Gambar

“Dari hatinya, aku bicara…” 12sept2015 (13:50)

          Kita adalah satu. 
          Aku harap ini bukan hanya menurutku. Bukan hanya keyakinanku. Bukan hanya tentang penglihatan mereka saat kita bersama. Aku harap kita benar-benar satu. Sebut saja gagah. Lelaki jawa yang dengan gagah menyentil hidupku yang belakang hampa. Lelaki yang tau tatakrama yang dengan lembut mengajarkanku untuk berdiri lagi, saat sedang jatuh-jatuhnya. Aku fikir, aku hanya sedang terpesona. Kehadirannya yang tanpa sengaja membuatku enggan mengakui adanya. Kehadirannya yang pelan-pelan tak pernah luput dari lingkaran hidupku dalam keadaan susah maupun senang membuatku bergantung padanya. Dia Gagahku, yang benar-benar gagah memapahku. Menuntunku, menunjukkan arah rumah ternyaman untuk kami berdua. 
         Pelan-pelan aku menganggapnya lain, terlebih saat diapun mengutarakan hasrat untuk bersamaku slalu. Taukah, waktu seakan berhenti saat mengetahui Gagahku tersenyum karena ulahku. Taukah, betapa tenangnya aku saat bersandar dibahunya ?
        Selang waktu berlalu. Dan aku sadar, itupun sudah tak berlaku. Gagahku bukan lagi untukku. Aku sudah tak mau tahu apa yang menyebabkan dia pergi, karena nyatanya dia memang sudah tak lagi disini, menyemangati. Aku sudah tak mau ingat lagi cekcok ringan sampai hebat pada malam itu, yang ku tau dia pernah benar-benar tinggal disini. Melakukkannya dengan baik, pecinta yang sangat sempurna. Aku sedang tak ingin mengingat luka, apapun bekas pergimu. Sudah cukup aku menangis meski tanpa air mata. Sudah cukup aku mengecam meski dengan penuh cinta. Aku terlalu bahagia, hingga pergimu benar-benar hampir membuatku gila. Sudah, aku biarkan setahun membawa luka. Biarkan putih dinding menjadi teman setia. Biarkan malam mengais kasih yang sudah tak lagi setia. Aku ijinkan dia pergi. Apapun sebabnya, aku sudah tak ingin ambil hati. Bagiku baik dan buruk, sebabnya tetap mengundang air mata. Aku tak lagi mau tahu apapun dan bagaimanapun cara ia lupa, karena untukku tentang pergimu tak pernah membuatku tertawa.


  Kamu pecinta yang baik. Itu yang ku tau.  Kamu selalu ada, nyatanya memang begitu. Meski itu memang terjadi dulu saja. Yang ku tau, kamu selalu hadir membawa tawa. Lalu setelahnya jika luka yang kamu bawa, itu bukan kamu. Bukan kamu yang aku cinta. Karena yang aku cinta tak pernah ingin membuatku mengeluarkan air mata. Kamu adalah pahlawannya. Yang dengan gagah menuntunku dalam badai. Nyatanya memang begitu. Kamu seperti cahaya diantara gelap gulita. Kamu adalah orang yang menyemangati saat aku sedang jatuh-jatuhnya. Lalu jika sekarang justru yang membuatku jatuh adalah kamu, itu bukan kamu. Bukan kamunya yang aku yang senantiasa aku sebut dalam do’a.
 Aku bahagia memilikimu, jikapun sekarang aku terluka karena kehilanganmu, sekali lagi itu bukan keran kamu yang aku kenal.

Kini aku semakin sadar. Kamu memang pecinta yang baik. Paling sempurna diantara barisan lain yang sempat menimbulkan debar berbeda. Meski akhirnya kamu yang paling membuatku terluka. Ah sudahlah,,, aku benar-benar sudah mengijinkannya pergi. Bersama wanita pilihannya. Bersama wanita yang kini menjadi ibu anak-anaknya.
Ini catatan paling objektif. Tanpa luka ketika mengingat masa damai bersama. Meski hanya menonton film berdua sambil mencicipi masakan seadanya. Sekarang aku mulai berani lagi bercerita. Bercerita saja tanpa hasrat ingin mengulang. Bercerita saja tentang pria yang pernah dengan sempurna mencintaiku, bertahan dengan segala egoku. Biarkan aku bercerita tanpa cinta atau luka. Maaf untukmu yang sekarang sedang menggendong bayi perempuan. Aku tidak sedang marah atau dendam, aku sedang membanggakan ayah dari bayi perempuan yang mungkin sekarang masih belum bisa menyebutmu, Ayah. Aku membanggakan cinta dari pria yang sekarang sudah syah jadi imam perempuan sebrang. Sekali lagi izinkan aku bercerita…

Aku bahagia…

Saat pertama kali kamu menemaniku memasak sore itu. Membantuku mengiris bawang merah sambil terpedih-pedih. Iya itu kali pertama kamu memintaku memasak. Rendang. Itu makanan kesukaanmu. Dari jam 2 sore kamu sudah tiba di tempatku. Melepas jaket, dan langsung menyerbuku di dapur. Kamu tak menghiraukan kehadiran oranglain, kamu terlihat nyaman adanya. Sampai akhirnya kebiasaan itu berlangsung setiap akhir pekan.
Aku mulai menerima genggaman tanganmu kemanapun kaki melangkah. Aku mulai terbiasa dengan wangi parfummu. Aku mulai terbiasa dengan aroma bekas rokokmu yang tersisa di bajuku. Aku mulai benar-benar mengenalmu.
Aku nyaman bersamamu…
Yang ku tau itu. Hingga aku sudah tak lagi menyembunyikan rasa sedihku, hingga aku bisa dengan ringan menceritakan masalah hidupku. Aku berbagi semuanya, karena berbagi denganmu membuatku tau, aku tidak sendirian lagi sekarang. Ada kamu. Kamu yang sudah membebaskanku mengecek isi dompetmu. Membawanya, mengangapnya milikku saat kita jalan bersama. Kita benar-benar sudah terbuka. Dan aku benar-benar bahagia.
Kamu pahlawanku..
Itu yang aku sangat-sangat ketahui. Saat jatuhnya aku, dan saat benar-benar sendiri, kamu selalu datang. Lebih dari menyediakan pundak untuk bersandar. Kamu sempurna mengerti setiap marahku. Kamu sempurna mengalah dalam setiap tingginya egoku. Kamu sempurna menunggu dalam setiap ketidakperdulianku. Kamu sempurna mengertiku.
Jadi.. kalau sekarang mereka menghujatmu atas apa yang kamu lakukkan padaku. Jika mereka mengecapmu sebagai lelaki pengkhianat, aku membelamu didepan. Mereka tak pernah tahu, betapa baiknya kamu mencintaiku. Betapa sempurnanya kamu memperlakukanku. Hanya aku yang tahu. Meski sekarang kamu benar-benar sudah tak lagi sama. Kamunya aku, tetap pecinta yang baik. Jika sekarang berkhianat, itu bukan pengkhianatan. Tapi tugas, saat posisi cintaku bukan lagi prioritasmu. Jika aku terluka dan merasa tak lagi di bahagiakan, itu bukan karena kamu sudah membenciku. Tapi karena prioritas bahagiaku sudah bergeser. Terganti dengan gadis lain yang menurutmu lebih baik dan pantas.
Kamu pecinta yang baik. perlukah aku menjelaskan lebih detail tentang kebaikanmu ? hingga mereka mengerti bahwa kamu tak sejahat yang mereka fikir. Meski mungkin ada beberapa hari terakhir yang membuatku akhirnya menyesali pertemuan ini.

Ini hanya tentang tugas. Dan tugasmu ketika mencintaiku sudah cukup baik. Terimakasih sudah pernah mencintaiku. Mempertahanku. Membuatku istimewa. Terimakasih, pria yang sekarang sudah menjadi ayah dari perempuan cantik berinisial  A. 

_______________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
Terimakasih sudah membaca. Ini hanya kelanjutan tentang cerita gagah. Kisah Kinar yang meminta dilanjutkan. Selamat berbahagia untuk Gagah dan Mawar. Mau tau lebih banyak cuplikan-cuplikan ceritanya baca di sini
Sekarang Kinar sudah Move up, sudah mendapat kehidupan barunya. meski bukan bersama gagah. Gagah tetap tokoh pecinta sempurna yang memiliki dua cinta wanita yang sempurna juga.
salam hangat^^
@shintadutulity

tak mudah…

Klik sumber gambar

Kali ini aku menyerah. Melepasmu dengan begitu pasrah. Meski nyatanya aku menangis begitu keras. Mencoba mencari kekuatan namun nyatanya aku memang terluka parah. Kini aku menyerah. Memahami pergi memang tak semudah membayangkanmu akan kembali. Meski mungkin tak akan pernah terjadi.

Aku masih menimang-nimang semua yang terjadi belakang ini. Membanding-bandingkan beberapa kejadian yang benar-benar bertolak belakang dengan kepercayaanku selama ini. Malam berjalan tanpa hambatan. Namun, terasa begitu lama untukku. Begitu lama untuk semua kenyataan yang harus aku hadapi sekarang. Di mulai dengan malam ini. Dentuman jam dinding seolah memberiku aba-aba, aku harus terus terjaga. Menghindari mimpi yang hanya akan menambah luka.
Ternyata ada yang lebih perih dari memutuskan sendiri.
Ada yang lebih sakit dari setiap pertengkaran yang terjadi.
Ada yang lebih-lebih sadis dari semua perhatianmu yang mulai terbagi.
Ada.
Ya.
Saat kamu berkali-kali mengangap ku sudah biasa lagi. Dan mungkin memang sewajarnya kamu berfikir seperti itu.

Teman. Ikatan itukah yang jadi pedoman kita sekarang ?
Bukankah teman tak boleh menuntut banyak ? tak boleh marah saat salah satu dari kita sudah malas meneruskan perbincangan ? tidak kesal saat di balas dengan jawaban singkat sedang pesan yang kita kirim begitu rinci ? tak boleh merasa “tak ada” jika memang pilihannya tak mau membalas pesan-pesan kita yang sangat tidak penting ?
Tapi sungguh. Aku masih merasa lain. Aku belum semampumu membiasakan sikap seperti padaku. Aku belum mampu melupakan mu dalam setiap cerita yang ingin aku bagi. Meski bagimu sudah tak penting lagi. Aku masih ingin meneruskannya. Sebagai teman.
Harusnya aku bisa. Bercerita tentang yang aku mau. Dan tak perlu merasa lain saat kamu lebih memilih mendengarkan tanpa berkomentar. Atau lebih parah saat kamu lebih memilih mengabaikan karena bagimu tak pernah penting.
Sebelum ini.
Kamu selalu meluangkan waktu untuk mendengarku bercerita. Berkomentar sekalipun hanya komentar seadanya. Kamu selalu membalas pesanku kapanpun. Kamu selalu mengklarifikasi jika kamu telat membalas pesanku. Kamu selalu ada. Itu janjimu kala itu. Dan kamu menepatinya.
Memang kamu selalu menghilang saat aku emosi. marah, kesal. Tapi disatu sisi aku tahu, kamu hanya menghindari pertengkaran berlebih denganku.
Kamu memang tak sempurna. Kamu sama seperti lelaki lain pada umumnya. Menuntut untuk di cintai, memimpikkan di sukai banyak wanita, dan kadang kamu menenggelamkan dirimu terlalu dalam hingga aku sukar menemukkanmu. Kamu kadang terlalu asyik dengan games kamu, terlalu bersemangat mengumpulkan harta di get rich, terlalu telaten memberi makan pow. Sampe kamu lupa pada ku. Saat itu aku akan marah besar denganmu. Suaraku melengking keras di telingamu. Mempertanyakan hal yang sejujurnya berkali-kali sudah aku yakini jawabannya.
Tapi ternyata ada yang lebih buruk dari itu. Ya kesabaranmu yang sudah menipis untuk bersamaku. Untuk memahami dan menerimaku.
Kamu memang tak selalu baik di depanku. Kadang kamu-pun cemberut saat aku sibuk dengan pekerjaanku. Kamu tetap lelaki yang tak mau aku dikte seenak jidatku. Kamu tetap ingin dihargai setiap keputusannya, ingin dinomor satukan. Dan selalu ingin diakui keberadaannya. Ya kamu memang egois. Egois untuk memilikiku satu sepenuhnya untukmu.
Tapi kali ini ada yang lebih keras dari pada semua keegoisanmu waktu itu yang masih bisa aku rampok dengan sedikit perhatianku. Kali ini, kamu benar-benar tak ingin menganggapku lain. Kamu benar-benar hanya menganggapku teman.
Ternyata sabarmu memang sudah tak tersisa lagi untuk lebih lama bersamaku. Sedang aku sudah mulai memahami semua tabiatmu. Aku sudah mulai melunak saat kita bertengkar. Aku sudah mulai sering mengalah saat memang kamu yang salah.
Terlalu sakit sekarang.
Membiasakan diri untuk tidak lagi memberitahumu tentang kabar keseharianku, tentang perkerjaanku, tentang rutitasku dan bahkan aku sudah tak ada lagi teman untuk becanda, tak ada teman untuk mengiba saat aku muak dengan semua yang aku jalani. Aku sendiri melalui itu sekarang, tanpa pundak dan belaian halus tanganmu.
Aku harus terbiasa dengan panggilanmu memanggil namaku tanpa embel-embel apapun. Aku harus terbiasa dinomorsekiankan saat memang aku benar-benar membutuhkanmu. Aku harus terbiasa di abaikan, memilih untuk tidak dilihat, atau lebih parah aku harus terbiasa saat kamu memang memilih untuk tidak ada aku lagi.
Apa seorang lelaki selalu seperti itu ?
Begitu mudah mengabaikan padahal sebelumnya begitu mendambakan ?
Begitu mudah melupakan padahal sebelumnya begitu antusias mengenang ?
Bagiku, tak mudah berteman denganmu, pun tak mudah menganggapmu orang lain yang sama sekali tak ku kenali. Terlalu banyak kejadian yang seharusnya kamu masih bisa seperti dulu.
Terakhir kamu bilang, kita akan sama-sama terbiasa, dan harus membiasakan. Apa itu bagian dari ritme yang sedang kamu jalani untuk melupakan ? dan kamu kesal karena aku selalu datang untuk mengacaukan ? begitukah ? hingga kamu lebih memilih mendiamkan ?

Entah apapun. Setidaknya dekati aku lagi, meski hanya  untuk mengajariku bagaimana melupakanmu dengan cepat dan tanpa perlu banyak syarat. Seperti dulu, kamu dekatiku, untuk mengajariku mengenalmu dengan cepat dan tanpa perlu banyak syarat. 
….
tadi pagi dengerin curhat dan jadilah ini.
catat penting :
gak mudah temenan sama orang yang dulu pernah lebih dari sekedar itu,-pun tak mudah menganggap nya orang lain sedang sebelumnya mengisi banyak waktu dimanapun. Bukan sekedar teman chat, teman bermain, atau teman suka-suka
@shintajuliana

EGO

 Bagaimana jika aku membencimu berkali-kali tapi tetap mencintaimu hingga mati.
 Bagaimana jika aku berkali-kali memintamu pergi, tapi tetap merindukkan hingga menyeretmu kembali untuk kesekian kali.
Bagaimana jika aku menyakiti, tapi tetap berusaha meletakkan namamu di hati.
 Jika ini tak adil, berhak kah aku tetap memintamu disisi walaupun kamu berkali-kali aku lukai ? 


ego; 06 april 2015
@shintajulianaa

Someday..

Suatu Hari Nanti…

Jika saya menikah dan bukan dengan kamu.

Percayalah.. itu tidak akan mudah. Saya tidak pernah mudah melupakkanmu. Sekalipun saya tidak punya hal lain untuk di banggakan tentang kita. Tidak punya cerita manis yang bisa saya jadikan acuan, kecuali masa-masa konyol itu.

Setiap saat saya menjalani kisah baru. Berharap hati saya bisa ikut seluruhnya tanpa pernah melihat kamu. Tapi entah kenapa, namamu selalu mengintai setiap jalan kisah hidup saya.

Jujur saya berat.
Mengingatmu dalam saat-saat seperti ini, saya benar-benar berat.
Perasaan hati yang campur aduk juga keyakinan masa depan akan jauh lebih baik jika seolah di depan nanti tak lagi ku temui kamu.

Ada sakit dan takut luar biasa, jika saya tahu dan harus terpaksa benar-benar melepaskanmu. Mengikhlaskanmu untuk wanita yang mungkin kelak akan kamu cintai jauh dan tidak ada apa-apanya di banding saya. Saya harus terpaksa menerima, jika memang bukan dengan kamu, saya menghabiskan sisa umur ini. Harus siap untuk setia kepada satu laki-laki dan itu bukan kamu. Harus mengenyahkan kamu dari fikiran hingga tak secuilpun  namamu ada dalam setiap harapan saya. Bisakah ? Sementara sampai detik inipun, selalu kamu yang jadi pemeran utama.

Bisakah ? Saya melihatmu kecewa ? Tanpa daya upaya untuk menghiburmu ?

Saya tahu.
Kita hanyalah kisah yang tak pernah jadi sempurna. Kita hanyalah kisah yang selalu saya reka-reka akhirnya.

Tapi, ada hal yang dalam tentang kamu yang sulit saya hapus. Entah apa itu. dan saya harap itu bukan apa-apa jika memang kita tak pernah akan jadi kita dalam ikatan Ridho_NYA.

Jika suatu hari ini, saya duduk di pelaminan sementara kamu duduk menyaksikan. Entah perasaan apa yang berkecamuk dalam hatimu, Saya ingin tak ingin tau lagi. Saya ingin tetap mantap, bersikukuh untuk menjaga hati saya hanya untuk dia; Imam Saya.

Saya ingin, Jika suatu hari nanti saya sudah tinggal di rumah dengan segala rutinitas sebagai bentuk pengabdian. Sedang kamu masih hilir mudik mencari pelabuhan. Saya ingin tak ingin menoleh lagi dan berharap.

Saya ingin. Jika suatu hari nanti saya mulai menemukkan kekurangan dari pasangan saya. Saya ingin tak ingin membandingkannya denganmu. Saya ingin menjadikkan dia pasangan saya, satu-satunya yang akan saya perjuangkan. dalam keadaan apapun. Suka maupun duka.

Jika saya menikah dan bukan dengan kamu. Izinkah saya setia, lebih-lebih dari kesetiaan saya pada kita dalam sebuah konyol masa lalu.

Klik Sumber Gambar

Someday, when I must always stand beside someone but not you
Someday, when I must left you. Forgot everything and stop thinking of you
This is about someday. When I must grow old, but without you.
Then someday. When you just an OLD FRIEND. And about us, just a memories.

……………………………

*ketika terbawa suasana lagu someone like you-adele. semua menjadi lebaaaaaaaaaaaayyyy*


@shintajulianaa



Re-peat

          Tahun lalu, kita pernah berhayal bersama. Di kedai kopi daerah kemang. Malam itu Bulang melengkung dengan sempurna. Semburat sinarnya sampai di teras-teras kota. Jam sudah menujukkan pukul 02.00 dini hari. Aku dan pria di depanku enggan beranjak pergi. Aku masih ingat tatapan itu. tatapan yang saat itu aku yakini sebagai perwakilan tatapan tulus.

          Malam itu seolah semesta turut mendukung semuanya. menjadi saksi bisu atas bahagia yang meluap-luap jauh di dalam hatiku. Aku ingat bagaimana kamu becanda pagi itu. Mulai dari makanan favorite kamu yang jelas-jelas berbeda denganku. Aku si pecinta seafood dan kamu yang ogah-ogahan dengan seafood. Kamu suka keramaian dan aku pecinta kesendirian.

           Malam itu kamu menjemputku seusai melaksanakam sholat taraweh. Kira-kira jam sepuluh malam, pertama kali kamu mengenalkan tempat itu. Tempat yang katamu jadi tempat terbaik untuk menghabiskan waktu. Aku hanya bisa mengikuti. Sambil menunggu waktu shaur, kita mengobrol kesana-kemari. Di awali obrolan ringan sampai obrolan berat dimana kamu mengutarakan mimpimu untuk menikahiku. Mulai dari rencana-rencana kecil perihal pengenalan kedua keluarga, resepsi, rencana tempat tinggal, tabungan bersama, mengajukkan deposito, asuransi untuk masa depan sampai hal besar tentang pandangan mendidik anak. Kamu yang membebaskanku untuk tetap bekerja di kantor dan aku yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga secara utuh, aku yang siap mengabdikan hidupku untuk merawat anak-anak dan juga memperhatikkan pertumbuhan detailnya. Kamu mungkin tak tau, obrolan pagi itu adalah obrolan mimpi-mimpi besarku yang mampu membuka bahagia yang begitu nyata. Mungkin kamu tak sempat melihat sinar mataku yang begitu antusias mendengarkanmu. Kamu mungkin tak pernah tau, aku begitu serius menanggapinya.

          Mendekati pukul 2 dini hari, kamu memintaku untuk meyakini rencana indah itu. Memintaku bersedia untuk selalu mendampingimu dalam segala keadaan. Kamu mungkin tak tahu, bahagia itu meluap-luap dalam hati sampai aku lupa menyentuh greentea latte kesukaanku. Padahal kamu saja, sudah menghabiskan 2 gelas coffe hitam. Apakah malam itu kita berhayal terlalu jauh ? Atau kita hanya terbawa suasana ? Alunan music pop itu apa menyeretmu untuk berkata yang sebenarnya tidak begitu kamu inginkan ? Dan dingin malam itu, membuatku berharap banyak padamu ?

          Setelah dialog malam itu, fikiranku dipenuhi segala perbekalan menuju kesana. aku mulai banyak membaca artikel cara mendidik anak, artikel menjadi istri yang baik, ah.. pokoknya aku mempersiapkan lahir dan bathinnya. sampai aku sepakat dengan diriku, untuk menyisihkan 1 juta dari penghasilan tiap bulan untuk masa depan kita. Ya, katanya kamu akan segera membuka tabungan bersama dengan ku. Segera mengurus deposito. Aku yang kesana-kemari mulai mengunduh banyak informasi tentang asuransi kesehatan, asuransi dana pensiun. Kamu yang mulai sering mengirim email brosur tagihan rumah, mendalami tentang KPR. Sungguh aku benar-benar menikmati proses itu.

           Sekarang saja aku masih senyum-senyum sendiri jika menyambangi tempat itu dengan teman-teman. Bahkan dalam ramaipun, bayangan mu masih jelas merajuk memintaku mengunduh lebih banyak lagi ingatan itu. Aku tak suka itu, tapi indahmu mampu membujukku.

“Kita tinggalin jakarta, kita pilih hidup tenang di kampung. Bangun keluarga yang nyaman, tenang, dan aku mau rumah kita ramai dengan bacaan alqur-an. Aku mau nasehat-nasehatmu membentuk karakter terbaik untuk anak-anak kita. Kamu mau kan ? Kamu gak keberatan kan ? pasti menyenangkan pulang ke rumah masakan uda tersedia, lihat anak-anak yang tumbuh dengan baik.” matamu menerawang, seolah benar-benar menghidupkan mimpi-mimpi itu. Aku hanya bisa menganggukkan kepala.

            Saat itu kamu terlihat visioner. Segala pengeluaran sudah kamu rancang. Mulai dari memiliki tabungan bersama. niat berwirausaha untuk ku sekedar menghilangkan jenuh.

“Setahun. Kamu mau tunggu setahun kan ?” Simpulmu mantap setelah menghitung jangka waktu pencairan deposito yang sengaja akan kamu ambil dalam kurun waktu 6 bulan kedepan. Kamu berniat akan menggunakannya untuk dp rumah. Aah.. rasanya jika aku mengingat rencana-rencana dulu denganmu terlalu indah. Terlalu muluk.

           Mimpi-mimpi itu membuatku lupa akan kejatuhan yang pelan-pelan menghampiriku. Keyakinanku padamu, membuatku buta akan perubahan sikapmu. Kepercayaanku yang begitu besar, membuatku menutup segala prasangka miring tentangmu. Hingga tiba di suatu waktu, kamu begitu yakin meninggakanku sedangkan aku begitu yakin kepergianmu hanya untuk sementara, kamu hanya sedang becanda. Kamu akan segera kembali dan mewujudkan mimpi-mimpi kita.

           Apa kabar ? Aku menunggumu di kedai itu. Berharap kamu datang sekedar untuk melepas suntuk. Nyatanya tidak. Kamu pergi tanpa berniat kembali. Kamu benar-benar pergi tanpa berniat memintaku menunggu lagi. Mungkin benar, kemarin itu kamu hanya sedang berbual. atau mungkin kamu hanya butuh pendengar sejati. iya, aku yang cenderung menerima semua rencanamu. Aku yang manut atas apapun yang kamu rancang. dan aku yang cukup bodoh untuk meyakini semua itu.

          Sekarang aku sudah mulai bangkit. Tuhan memang selalu memberi rencana terbaiknya. Memberi petunjuk dalam setiap panjatan doa tahajudku. Memberi kekuatan atas kesertaanNya dalam setiap cobaan menyertaiku. Hey kamu… sekarang kamu boleh kembali menatapku. lihat aku. Aku sudah jauh lebih tegar dari sebelumnya. Aku yang aku pastikan jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku yang tak akan lagi menyia-nyiakan waktuku untuk mempercayai omongan-omongan yang hanya sekedar keluar dari mulut saja. Aku dengan segenap mimpiku. Aku yang senantiasa selalu berdoa agar diberi yang lebih baik dari kamu dalam panjatan tahajudku. Dan bagaimana denganmu ? lebih baik kah ? aku harap kamu tak akan melupakkanku. seperti aku yang tak akan melupakan kejatuhanku karena ulahmu.

————————————————————————————————————————–

Klik Sumber Gambar 

(Ini hanya kisah perempuan dengan mimpinya. Percayalah Mimpi membuatmu lebih kuat sekalipun kamu harus jatuh terlebih dulu)



#nomention
@shintajulianaa