#TIDAKJELAS


Banyak hal yang ingin saya ceritakan. Banyak sekali, tapi terhenti begitu saja saat saya tahu, saya masih belum berhak leluasa meluapkan semuanya. Saya takut salah pilih orang. 
Seharusnya sampah-sampah perasaan ini tak lagi berserakan dimanapun. Seharusnya. Hanya saja, saya belum diberi orang yang pantas menjadi tempat saya meluapkan segalanya. Mungkin belum waktunya. 
Ternyata usia tidak bisa dijadikan patokan untuk menjadi diam. Dan diam tidak selalu menjadi symbol kedewasaan. Kedewasaan tidak bisa di ukur hanya dengan satu sudut pandang bukan ? 
Lantas apa ini semua hanya omong kosong ?
Saya rasa tidak. Tapi biar catatan ini tidak sampai kemana-mana, biar sampai disini saja, tidak jelas. Tapi saat saya membaca kembali suatu hari nanti, hati saya mengerti dan lengket betul pada hari ini.
@shintajulianaa
11 November 2016 ((20:04))
Masih di Kantor yang sama

bukan cinta ini perihal topeng ,teman !

Kamu sudah terbiasa. Saat kamu pungut lagi kepingan hati yang janji kan dia genggam erat, kini kamu merangkak. Mencari potongan lain yg berceceran, sendiri. Kamu sudah terbiasa.

Kamu sudah terbiasa. Mencari jawab dari beribu tanda tanya dalam kantong imajinasimu. Mencari gegaduh lain yang menyuarakan riang tanpa serdadu. Mencari bagian dari bayangan yang berkali-kali sudah kamu habisi. hingga mati. Sungguh, ingin kamu habisi hingga tak tersisi secuil rindupun… puas dan terbahak sekalipun sendiri.

Sekali lagi kamu sudah terbiasa. Pergi dengan sejumput harap sampai terbang tanpa batas. Di sana.. di depan gerbang itu bermula dengan satu dialog yang mengundang ribuan monolog. Kamu tertawa, rupanya itu awal kepulanganmu dengan sendiri.

Sekali lagi kamu sudah benar2 terbiasa. Sayang rupanya semua hanya jadi ampas kopi yang hanya berhasil dicicipi dalam satu tegukan. Kemarin pagi yang bersenandung riang dengan sejumput harap. Dengan secangkir kopi yang sempurna juga senyuman damai dari sosoknya. Dia yang biasa kamu panggil sayang. Namun sayang selalu berakhir malang.

Aku melihatmu bahagia, tapi hanya sebelah. Sebelah lain nya kamu kecolongan. Dikuasai perasaan buta yang katanya cinta. Bukan, cinta bukan seperti ini. Rasa sayang tak pernah mengajarkan luka pada sebelah hatinya. Kamu keliru.

Kamu tertipu. Kamu bilang ini perihal waktu dan kesempatan. Aku melihatmu berdiri, mendongak jam dinding yang menggantung tepat di atas mulut imajinasimu. Lagi-lagi kamu selalu berhasil Untuk bersabar. Menyembunyikan bualan yang berusaha selalu kamu percaya. Pura-pura. Bukan seperti itu. Kesempatan hanya datang untuk kedua kali, sisanya hanya perihal kebodohan.

Aku dan kamu sama-sama wanita. Mereka memanggil kita bidadari tanpa sayap. Bukan seperti itu. Kamu jangan selalu berusaha terbang. Tak apa. Malam ini aku temani kamu dalam gantungan cerita yang jadi andalan, sekalipun sekali lagi hanya pura-pura. Hanya malam ini. Sisanya biarkan terbakar.

Pikirkanlah.. di setiap malam yang hanya berteman atap dinding yang berwarna putih itu. Berserta dentingan jam yang sungguh membuatmu menyadari tidak ada yg lain selain kamu. Sudahi… mari aku temani untuk menyudahi semuanya. Ini tidak terlalu sakit.

Ini bukan tentang pagi yang indah jika kamu tetap membual dalam pintu yang sama. Cukupkan. Mari cukupkan. Kamu terlalu muda untuk hidup dengan topeng itu. Mari… lepaskan.